Senin, 21 Februari 2011

Produsen Tempe Kesulitan Sesuaikan harga Jual

Produsen tempe di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kesulitan menyesuaikan harga jual setelah ada kenaikan harga kedelai di pasaran.

"Bahan baku tempe berupa kedelai, harganya sejak beberapa waktu lalu naik cukup tinggi, namun kami tidak mungkin kemudian langsung menaikkan harga jual tempe, selain karena ketatnya persaingan di pasaran, juga karena mayoritas konsumen adalah kalangan menengah ke bawah," kata pemilik industri rumah tangga `Tempe Murni HM Buchori` Ponidi, di Sleman, Jumat.



Menurut dia, kenaikan harga kedelai terjadi sejak sepekan terakhir. "Sebelumnya harga kedelai sekitar Rp5.200 per kilogram, namun saat ini dari suplier harganya naik menjadi Rp6.400 per kilogram, untuk kedelai kualitas bagus," katanya.

Ia mengatakan industri rumah tangga yang memproduksi tempe miliknya di Dusun Ngangkrik, Desa Triharjo, Kecamatan Sleman ini, dalam sehari menghabiskan sekitar 2,5 kwintal kedelai.

"Kenaikan harga kedelai sejak sepekan terakhir langsung berdampak pada usaha saya ini, dan dalam satu tahun terakhir harga kedelai sering naik," katanya.

Sampai sekarang sudah empat kali harga kedelai naik, sehingga sangat berpengaruh terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) perajin tempe, dan bahkan sudah puluhan perajin berhenti berproduksi.

"Mayoritas produsen tempe tidak berani menaikkan harga jual, karena khawatir para pelanggan akan lari ke produsen lain. Saya sudah 25 tahun membuat tempe, dan setiap harga kedelai naik, saya takut menaikkan harga tempe. Risikonya besar untuk menjaga pelanggan," katanya.

Ponidi mengatakan harga tempe produksinya selama ini dijual antara Rp1.500 hingga Rp3.000 per biji tergantung besar kecilnya tempe.

"Saat ini yang bisa saya lakukan hanya mengurangi takaran kedelai dalam setiap jenis tempe produksinya, karena jika tidak dikurangi, nanti ruginya besar. Tetapi pengurangannya hanya sedikit," katanya.

Ia mengatakan karena selama ini dirinya menggunakan kedelai kualitas paling bagus, maka meskipun dikurangi takaran kedelainya, hasilnya tetap kencang, pekat, dan putih merata.

"Saya juga tidak tahu penyebab kenaikan harga kedelai, karena dari pemasok tidak memberikan informasi yang jelas. Namun saya tetap bersyukur karena lonjakan harganya bertahap, sedikit demi sedikit. Kalau harga kedelai langsung melonjak tinggi, itu baru bisa berdampak besar bagi para produsen tempe," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar